Contoh Asesmen Diagnostik Non-Kognitif dan Kognitif dalam Kurikulum Merdeka
Nyero.ID - Belakangan ini, asesmen diagnostik menjadi topik yang hangat diperbincangkan dalam dunia pendidikan. Meskipun asesmen ini bukanlah sesuatu yang baru, namun dengan adanya berbagai kendala yang muncul akibat pandemi COVID-19, peran asesmen diagnostik semakin mendapat sorotan. Apa yang membuat banyak sekolah kini mulai menerapkan asesmen diagnostik?
Penyebabnya berasal dari sejumlah isu dalam dunia pendidikan yang timbul akibat dampak pembelajaran jarak jauh selama masa pandemi. Beberapa isu tersebut antara lain: 1. tidak tercapainya tujuan pembelajaran, 2. menurunnya kemampuan siswa (learning loss), 3. Adanya kesenjangan kompetensi antara siswa akibat perbedaan akses dan dukungan lainnya, seperti ketersediaan materi dan koneksi internet, 4. Munculnya gangguan emosi dan psikologis pada siswa karena pembelajaran daring dan kondisi sosial-ekonomi selama pandemi, 5. Siswa menjadi rentan terhadap potensi putus sekolah.
Salah satu solusi yang diusulkan untuk mengatasi isu-isu di atas adalah dengan melakukan siklus asesmen diagnostik pada awal pembelajaran secara berkala.
Apa Itu Asesmen Diagnostik?
Melansir dari website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, "Asesmen Diagnostik adalah asesmen yang dilakukan secara spesifik untuk mengidentifikasi kompetensi, kekuatan, kelemahan peserta didik, sehingga pembelajaran dapat dirancang sesuai dengan kompetensi dan kondisi peserta didik. Peserta Didik yang perkembangan atau hasil belajarnya paling tertinggal berdasarkan hasil Asesmen Diagnostik, diberikan pendampingan belajar secara afirmatif"
Asesmen Diagnostik memegang peran penting dalam dunia pendidikan sebagai alat untuk mengidentifikasi kompetensi, kekuatan, dan kelemahan peserta didik secara spesifik. Tujuannya adalah untuk memungkinkan perancangan pembelajaran yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan kondisi peserta didik. Melalui proses asesmen ini, pendidik dapat memahami lebih dalam mengenai tingkat pemahaman dan penguasaan materi yang dimiliki oleh setiap individu di kelas.
Peserta didik yang teridentifikasi memiliki perkembangan atau hasil belajar yang tertinggal berdasarkan hasil Asesmen Diagnostik, akan diberikan pendampingan belajar secara afirmatif. Pendampingan ini bertujuan untuk memberikan bantuan dan dukungan tambahan yang dibutuhkan oleh peserta didik agar dapat mengejar ketinggalannya dan mencapai tingkat kompetensi yang diharapkan. Dengan demikian, asesmen diagnostik bukan hanya sekedar alat evaluasi, tetapi juga merupakan langkah awal dalam memberikan perhatian dan intervensi yang sesuai bagi peserta didik yang membutuhkannya.
Hal ini menunjukkan bahwa asesmen diagnostik tidak hanya fokus pada identifikasi masalah, tetapi juga pada solusi dan tindak lanjut yang konkret untuk membantu peserta didik dalam mencapai potensi maksimalnya dalam proses pembelajaran. Dengan adanya pendampingan belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan individu, diharapkan setiap peserta didik dapat merasa didukung dan termotivasi untuk mengembangkan kemampuan mereka secara optimal.
Dengan analogi seorang dokter, seorang guru dapat mendiagnosa "penyakit" pembelajaran dengan menerapkan asesmen diagnostik. Jika hasil asesmen menunjukkan bahwa perkembangan atau hasil belajar siswa masih tertinggal atau tidak sesuai dengan target yang ditetapkan, maka guru dapat memberikan tindak lanjut berupa pendampingan belajar yang lebih intensif, penyesuaian strategi mengajar, atau penambahan materi ajar yang lebih mendalam.
Tujuan Asesmen Diagnostik
Asesmen diagnostik merupakan suatu proses evaluasi yang bertujuan untuk mendiagnosis kemampuan dasar siswa serta mengetahui kondisi awal mereka. Dengan demikian, asesmen ini memiliki peran penting dalam memberikan pemahaman yang komprehensif terhadap kemampuan dan kebutuhan individu dalam proses pembelajaran. Terbagi menjadi dua jenis utama, yaitu asesmen diagnostik non-kognitif dan asesmen diagnostik kognitif, masing-masing memiliki tujuan khusus yang menjadi fokusnya.
Asesmen diagnostik non-kognitif bertujuan untuk menggali informasi mengenai aspek-aspek non-kognitif atau non-akademik siswa, seperti sikap, motivasi, minat, dan kepribadian. Dengan demikian, asesmen ini membantu dalam memahami faktor-faktor yang memengaruhi proses belajar siswa secara menyeluruh, sehingga memungkinkan penyusunan strategi pembelajaran yang lebih tepat dan efektif sesuai dengan kebutuhan individual mereka. Secara sederhana tujuan asesmen diagnostik non-kognitif bisa dijabarkan sebagai berikut:
- Mengetahui kesejahteraan psikologi dan sosial emosi siswa
- Mengetahui aktivitas selama belajar di rumah
- Mengetahui kondisi keluarga siswa
- Mengetahui latar belakang pergaulan siswa
- Mengetahui gaya belajar, karakter serta minat siswa
Sementara itu, asesmen diagnostik kognitif bertujuan untuk menilai kemampuan kognitif siswa, termasuk kemampuan berpikir, pemahaman, dan penerapan konsep-konsep akademik. Melalui asesmen ini, para pendidik dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan siswa dalam hal pemahaman materi serta kemampuan dalam menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam konteks yang berbeda. Secara sederhana tujuan asesmen diagnostik kognitif bisa dijabarkan sebagai berikut:
- Mengidentifikasi capaian kompetensi siswa
- Menyesuaikan pembelajaran di kelas dengan kompetensi rata-rata siswa
- Memberikan kelas remedial atau pelajaran tambahan kepada siswa yang kompetensinya di bawah rata-rata
Tujuan dari asesmen diagnostik secara keseluruhan adalah untuk memberikan gambaran yang komprehensif tentang kemampuan dan kebutuhan siswa. Melalui pemahaman yang lebih dalam mengenai profil individual siswa, guru dapat merancang program pembelajaran yang lebih terarah dan menyeluruh, serta memberikan dukungan yang sesuai dengan perkembangan mereka.
Hal ini juga memungkinkan guru untuk memonitor kemajuan siswa secara berkala dan menyesuaikan pendekatan pembelajaran sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam kemampuan dan kebutuhan mereka. Dengan demikian, asesmen diagnostik menjadi alat yang penting dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa secara keseluruhan.
Asesmen Diagnostik Non-Kognitif
Dalam mengawali proses pembelajaran, sebuah asesmen
diagnostik non-kognitif menjadi langkah yang penting untuk menjelajahi
aspek-aspek berikut ini dengan seksama:
Pertama-tama, kita melihat pada kesejahteraan psikologis dan
sosial emosional siswa. Ini mencakup pemahaman tentang bagaimana siswa merasa
secara emosional dalam lingkungan belajar mereka dan bagaimana hal tersebut
dapat mempengaruhi kinerja mereka.
Selanjutnya, kita mencoba memahami aktivitas siswa selama
belajar di rumah. Ini memberikan wawasan tentang bagaimana siswa menggunakan
waktu mereka di luar kelas dan bagaimana kegiatan tersebut dapat memengaruhi
kesiapan mereka dalam pembelajaran.
Kemudian, kita juga memperhatikan kondisi keluarga dan
pergaulan siswa. Faktor-faktor ini dapat memiliki dampak signifikan pada
kesejahteraan dan kinerja siswa dalam konteks pembelajaran.
Selain itu, penting juga untuk memahami gaya belajar,
karakter, serta minat siswa. Dengan memahami preferensi dan kecenderungan
individu ini, pendidik dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih
efektif dan menarik bagi siswa.
Untuk menghasilkan diagnosa yang baik, ada beberapa tahapan dalam melaksanakan asesmen diagnostik non-kognitif
yang bisa dilakukakan, yaitu Kegiatan Persiapan, Kegiatan Pelaksanaan dan Kegiatan Tindak Lanjut. Berikut contoh penerapannya:
1. Contoh Persiapan Asesmen Diagnostik Non-Kognitif
Tahapan persiapan dilakukan dengan cara guru mengumpulkan
semua alat yang diperlukan dan merencanakan pendekatan yang sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Dalam mempersiapkan asesmen
non-kognitif, langkah-langkah berikut dapat membantu guru mengumpulkan
informasi penting tentang siswa mereka:
Pertama, persiapkan alat bantu yang dapat membantu dalam
menggambarkan berbagai emosi yang mungkin dirasakan oleh siswa. Ini dapat
berupa gambar-gambar yang menggambarkan emosi-emosi seperti bahagia, sedih,
marah, atau cemas.
Selain itu, siapkan juga pertanyaan panduan yang sesuai,
seperti "Apa yang sedang kamu rasakan saat ini?" atau "Bagaimana
perasaanmu saat belajar di rumah?" Pertanyaan-pertanyaan ini dapat
membantu siswa untuk merenungkan dan mengartikan perasaan mereka dengan lebih
baik.
Selanjutnya, buatlah daftar pertanyaan kunci yang berkaitan
dengan aktivitas siswa selama belajar di rumah. Ini membantu dalam memahami
bagaimana siswa menggunakan waktu mereka di luar lingkungan sekolah.
Contoh pertanyaan kunci "Apa saja kegiatanmu selama
belajar di rumah?" dan "Apa hal yang paling menyenangkan dan tidak
menyenangkan ketika belajar di rumah?" Selain itu, tambahkan juga
pertanyaan tentang harapan siswa, seperti "Apa harapanmu?" ini dapat
memberikan wawasan tambahan tentang tujuan dan aspirasi siswa dalam konteks
pembelajaran.
Dengan melakukan persiapan seperti ini, guru dapat lebih
siap dalam melaksanakan asesmen non-kognitif dan mendapatkan informasi yang
berharga untuk mendukung pembelajaran yang lebih efektif dan berkelanjutan bagi
setiap siswa.
2. Contoh Pelaksanaan Asesmen Diagnostik Non-Kognitif
Tahapan pelaksanaan dilakuakan di mana asesmen secara
langsung diberikan kepada siswa. Di sini, kesabaran dan kepekaan diperlukan
untuk memastikan bahwa setiap siswa merasa nyaman dan dapat memberikan respons
yang jujur.
Saat menjalankan asesmen diagnostik non-kognitif, pendekatan yang terstruktur dapat membantu guru memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang keadaan emosional dan aktivitas siswa di luar lingkungan kelas. Berikut adalah contoh kegiatan yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan asesmen:
Pertama, guru dapat meminta siswa untuk mengekspresikan
perasaan mereka selama belajar di rumah serta menjelaskan aktivitas yang mereka
lakukan. Ini bisa dilakukan melalui berbagai cara, seperti berbicara, menulis,
atau menggambar. Dengan memberikan pilihan ini, siswa dapat mengekspresikan
diri mereka dengan cara yang paling nyaman bagi mereka.
Selanjutnya, dalam menggunakan strategi tanya jawab, penting
untuk memastikan bahwa pertanyaan yang diajukan jelas dan mudah dipahami oleh
siswa. Selain itu, sertakan acuan atau stimulus informasi yang dapat membantu
siswa dalam menemukan jawaban yang tepat. Hal ini dapat memberikan waktu
tambahan bagi siswa untuk berpikir sebelum menjawab pertanyaan.
Ketika siswa menjawab pertanyaan, guru dapat memberikan
penguatan informasi terhadap respons mereka. Selain itu, memberikan pertanyaan
lanjutan untuk menggali lebih dalam dapat membantu guru dalam memperoleh
informasi yang lebih mendalam. Penting juga untuk mengembalikan fokus jika
jawaban siswa mulai menyimpang dari topik yang dibahas.
Jika siswa mengajukan pertanyaan, guru harus siap untuk
menjawabnya secara langsung. Hal ini, dapat membantu siswa untuk dapat menjawab
pertanyaan mereka sendiri dengan memperkuat keterlibatan mereka dalam proses
belajar.
Ketika siswa menjawab pertanyaan, guru dapat mencoba
mengarahkan kembali pertanyaan agar lebih mudah dipahami.
Dengan menerapkan strategi-strategi ini dengan baik, guru
dapat mengumpulkan informasi yang berharga tentang aktivitas siswa di luar
lingkungan kelas, yang dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran yang lebih
efektif dan berarti bagi setiap siswa.
3. Contoh Tindak Lanjut Asesmen Diagnostik Non-Kognitif
Terakhir, tahapan tindak lanjut di mana hasil dari asesmen
tersebut dianalisis dan digunakan untuk membentuk rencana pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing siswa. Dengan demikian,
asesmen diagnostik non-kognitif bukan hanya sekadar alat evaluasi, tetapi juga
merupakan fondasi yang kuat untuk pengembangan pembelajaran yang berkelanjutan
dan inklusif.
Setelah melakukan asesmen diagnostik non-kognitif,
langkah-langkah tindak lanjut yang tepat dapat membantu menciptakan lingkungan
pembelajaran yang lebih inklusif dan mendukung bagi siswa. Berikut adalah
beberapa contoh tindak lanjut yang dapat diambil:
Pertama, identifikasi siswa yang menunjukkan ekspresi emosi negatif dan ajak mereka berdiskusi secara personal. Melalui dialog empat mata, pendidik dapat memberikan ruang bagi siswa untuk mengungkapkan perasaan mereka dengan lebih terbuka. Pendekatan ini memungkinkan pendidik untuk memahami lebih baik penyebab dan konteks dari ekspresi emosi siswa, sehingga dapat memberikan dukungan yang lebih tepat.
Kemudian, tentukan tindak lanjut yang sesuai berdasarkan
hasil asesmen dan komunikasikan dengan siswa serta orang tua jika diperlukan.
Hal ini termasuk menyusun strategi atau intervensi yang dapat membantu siswa
mengelola emosi mereka dengan lebih baik, baik itu melalui bantuan psikologis,
dukungan teman sebaya, atau aktivitas pembelajaran khusus.
Terakhir, penting untuk mengulangi pelaksanaan asesmen
non-kognitif pada awal pembelajaran berikutnya. Dengan demikian, pendidik dapat
memantau perkembangan siswa dari waktu ke waktu dan menyesuaikan pendekatan
mereka sesuai dengan perubahan kebutuhan atau kondisi siswa.
Melalui langkah-langkah tindak lanjut ini, pendidik dapat
memberikan dukungan yang lebih personal dan terarah kepada siswa, serta
memastikan bahwa lingkungan pembelajaran yang tercipta memperhatikan tidak
hanya perkembangan akademis, tetapi juga kesejahteraan emosional dan sosial
siswa. Dengan demikian, proses pembelajaran dapat menjadi lebih inklusif dan
berkelanjutan bagi semua siswa.
Asesmen Diagnostik Kognitif
Asesmen diagnostik kognitif merupakankonsep evaluasi yang bertujuan untuk mengukur kemampuan dasar siswa dalam suatu mata pelajaran tertentu. Melalui asesmen ini, tujuan utamanya adalah untuk memberikan gambaran yang jelas tentang pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diajarkan.
Pelaksanaan asesmen diagnostik kognitif dapat dilakukan secara rutin, yang sering disebut sebagai asesmen diagnostik kognitif berkala. Ini dapat dilakukan pada berbagai tahap pembelajaran, seperti di awal pembelajaran untuk mengukur pengetahuan awal siswa, setelah guru selesai menjelaskan dan membahas topik untuk mengevaluasi pemahaman siswa, dan pada waktu lain sesuai kebutuhan.
Asesmen diagnostik kognitif bisa memiliki dua bentuk utama, yaitu asesmen formatif dan asesmen sumatif. Asesmen formatif bertujuan untuk memberikan umpan balik yang dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran, sementara asesmen sumatif digunakan untuk mengevaluasi pencapaian akhir siswa dalam suatu periode pembelajaran.
Proses pelaksanaan asesmen diagnostik kognitif melibatkan beberapa tahapan yang penting. Tahapan pertama adalah persiapan, di mana guru mempersiapkan instrumen dan materi yang akan digunakan dalam asesmen. Tahapan kedua adalah pelaksanaan, di mana asesmen dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Tahapan terakhir adalah diagnosis dan tindak lanjut, di mana hasil asesmen digunakan untuk mengevaluasi pemahaman siswa dan merancang langkah-langkah atau intervensi yang sesuai untuk meningkatkan pemahaman mereka.
Dengan demikian, asesmen diagnostik kognitif merupakan alat yang penting dalam membantu guru untuk memahami tingkat pemahaman siswa dan merancang pembelajaran yang efektif sesuai dengan kebutuhan mereka.
1. Contoh Persiapan & Pelaksanaan Asesmen Diagnostik Kognitif
2. Contoh Tindak Lanjut Asesmen Diagnostik Kognitif
Contoh Kegiatan Perencanaan Soal hingga Tindak Lanjut Asesmen Diagnostik Kognitif (Asesmen awal Matematika kelas III SD)
Tujuan Pembelajaran yang dites: Menjelaskan dan menentukan panjang (termasuk jarak), berat, dan waktu dalam satuan baku yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
Prasyarat dari Tujuan Pembelajaran: Mendeskripsikan dan menentukan hubungan antar satuan baku untuk panjang, berat, dan waktu yang umumnya
Soal: Perhatikan gambar berikut!
Panjang pensil adalah... cm
- A. 10
- B. 7
- C. 3
Alasanya: .......................................................................................................................................................................................................
JAWABAN |
SKOR |
TINDAK LANJUT |
A |
Pahama
Utuh |
Pembelajaran
dapat dilanjutkan pada KD berikutnya tentang Hubungan Antarsatuan Baku
Panjang, Berat, dan Waktu, serta Data dan Penyajiannya dalam Diagram Gambar
di Kelas III. |
B |
Sebagian
Paham |
Memberikan
pembelajaran remedial dengan menekankan pada cara mengukur panjang benda
dengan menggunakan alat ukur baku panjang, seperti mistar, meteran, dll. |
C |
Tidak Paham |