Kebijakan Pendidikan Inklusif dan Kurikulum Merdeka di Indonesia

Daftar Isi

Nyero.ID - Kebijakan Pendidikan Inklusif merupakan upaya untuk mengimplementasikan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, yang menjamin hak setiap individu untuk mendapatkan perlakuan khusus demi mencapai kesempatan dan manfaat yang sama dalam pendidikan, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 28H ayat (2) UUD 1945.

Dalam rangka memenuhi amanah tersebut, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan yang mengatur pendidikan inklusif bagi peserta didik berkebutuhan khusus. 

Hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. 

Pasal-pasal dalam undang-undang tersebut menegaskan hak peserta didik berkebutuhan khusus untuk mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.

Kebijakan Pendidikan Inklusif dan Kurikulum Merdeka di Indonesia

Selain itu, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 dan Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 56/M/2022 turut memberikan arahan terkait pelaksanaan pendidikan inklusif. 

Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 menyatakan bahwa setiap peserta didik berkebutuhan khusus berhak mengikuti pendidikan secara inklusif sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. 

Sementara Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 56/M/2022 menekankan pentingnya pengembangan kurikulum dengan prinsip diversifikasi, yang sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, potensi daerah, dan kebutuhan peserta didik.

Hal ini menjadi landasan bagi penyelenggara pendidikan untuk memastikan bahwa setiap individu, termasuk peserta didik berkebutuhan khusus, dapat mengakses pendidikan yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan serta potensi mereka.

Pengertian Pendidikan Inklusif

Inklusi merupakan suatu pendekatan yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang terbuka bagi semua individu, tanpa memandang latar belakang dan kondisi yang beragam seperti karakteristik, kondisi fisik, kepribadian, status, suku, budaya, dan lain sebagainya. 

Konsep ini berkembang lebih lanjut dengan integrasinya ke dalam kurikulum di berbagai lembaga pendidikan, sehingga pendidikan inklusif menjadi sebuah sistem layanan pendidikan yang memberikan peluang yang sama bagi setiap peserta didik untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 menggambarkan bahwa pendidikan inklusif adalah suatu sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan peluang kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan atau potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk terlibat dalam proses pendidikan di lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik lainnya.

Tujuan Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif bertujuan untuk mencapai beberapa hal:

  • Memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada semua peserta didik, termasuk yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa, agar dapat menerima pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
  • Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keberagaman dan tidak mendiskriminasikan peserta didik mana pun.

Prinsip Pelaksanaan Pendidikan Inklusif

Pendekatan utama dalam menjalankan pendidikan inklusif adalah meyakini bahwa setiap peserta didik memiliki potensi untuk belajar, tanpa terkecuali, dan perbedaan di antara mereka menjadi sumber kekuatan dalam pengembangan potensi masing-masing. 

Seiring dengan itu, prinsip lainnya dalam pendidikan inklusif adalah kehadiran peserta didik berkebutuhan khusus di dalam kelas, memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dan diterima sepenuhnya dalam lingkungan pendidikan.

Dalam implementasi pendidikan inklusif, penggunaan kurikulum didasarkan pada prinsip fleksibilitas untuk menyesuaikan dengan kondisi, karakteristik, dan kebutuhan peserta didik. 

Prinsip adaptasi mencakup tiga dimensi utama, yaitu adaptasi kurikulum, pembelajaran, dan lingkungan belajar. Berikut penjelasannya:

1. Adaptasi Kurikulum

Ini berkaitan dengan penyesuaian isi, materi, atau kompetensi yang dipelajari peserta didik. Guru memiliki fleksibilitas untuk menambah, mengganti, atau menyederhanakan kompetensi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. 

Satuan pendidikan perlu bersifat fleksibel, inovatif, dan memastikan perkembangan kebijakan sekolah inklusif. 

Mereka juga perlu memperhatikan ketersediaan lingkungan fisik yang mendukung dan mengembangkan kerja sama dalam tim.

2. Adaptasi Pembelajaran

Berkaitan dengan cara, metode, dan strategi yang digunakan guru dalam pembelajaran agar peserta didik dapat memahami materi. 

Guru memiliki keleluasaan untuk menyesuaikan proses pembelajaran dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus.

3. Adaptasi Lingkungan Belajar

Melibatkan pengaturan suasana pembelajaran termasuk ketersediaan alat bantu dan sumber belajar yang sesuai.

Dalam menerapkan adaptasi kurikulum dan pembelajaran, beberapa model dapat digunakan, seperti eskalasi/akselerasi, duplikasi, simplifikasi/modifikasi, substitusi, dan omisi, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik berkebutuhan khusus. 

Melalui prinsip-prinsip ini, diharapkan pendidikan inklusif dapat dijalankan dengan lebih efektif, mengakomodasi keberagaman peserta didik dan memastikan mereka mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan individu mereka.

Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mungkin memiliki beragam kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, atau sosial. 

Selain itu, anak-anak dengan potensi kecerdasan dan bakat istimewa, serta yang tinggal di daerah terpencil atau terbelakang juga termasuk dalam cakupan PDBK. Mereka semua memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan layanan khusus.

Dalam upaya mengidentifikasi beragam kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus, terdapat dua kategori utama: sementara (temporer) dan menetap (permanent). 

PDBK sementara adalah mereka yang mengalami hambatan belajar akibat faktor eksternal, sementara PDBK menetap disebabkan oleh kondisi internal seperti kecacatan fisik atau gangguan perkembangan.

Untuk memfasilitasi pengenalan keberagaman PDBK bagi guru, panduan ini mengelompokkan mereka sebagai berikut:

1. Hambatan Penglihatan/Tunanetra

Anak dengan hambatan penglihatan memiliki tingkat ketajaman penglihatan yang rendah atau lapang pandang terbatas. Mereka dapat dibagi menjadi buta total dan kurang lihat, dengan kebutuhan belajar dan layanan yang berbeda.

2. Hambatan Pendengaran/Tunarungu

Anak dengan hambatan pendengaran mengalami kerusakan pendengaran yang mengakibatkan kemiskinan bahasa. Mereka dibagi menjadi tuli dan kurang dengar, memerlukan adaptasi untuk mengatasi keterlambatan bahasa.

3. Hambatan Intelektual/Tunagrahita

Anak dengan hambatan intelektual mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik dan sosial karena keterbelakangan intelektual. Tingkat kecerdasan mereka diukur melalui IQ dan dibagi menjadi beberapa tingkatan.

4. Hambatan Fisik Motorik/Tunadaksa

Anak dengan hambatan fisik motorik memiliki gangguan pada anggota gerak, seperti Cerebral Palsy atau Polio, memerlukan layanan khusus sesuai kondisinya.

5. Hambatan Emosi dan Perilaku

Anak dengan hambatan emosi dan perilaku mengalami kesulitan dalam belajar dan membangun hubungan interpersonal yang baik. Meskipun tidak memiliki hambatan intelektual, mereka memerlukan adaptasi.

6. Lamban Belajar (Slow Learner)

Anak lamban belajar memiliki potensi intelektual sedikit di bawah rata-rata dan membutuhkan lebih banyak waktu untuk belajar.

7. Kesulitan Belajar Spesifik (Specific Learning Disability)

Anak dengan kesulitan belajar spesifik mengalami kesenjangan antara IQ yang normal atau di atas rata-rata dan hasil belajar mereka dalam bidang tertentu.

8. Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa

Anak dengan cerdas istimewa atau bakat istimewa memiliki potensi intelektual di atas rata-rata dan kecenderungan kreativitas yang tinggi.

9. Autistic Spectrum Disorders (ASD)

Anak dengan ASD mengalami hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku. Spektrum autisme memiliki variasi karakteristik yang unik.

10. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

Anak dengan ADHD mengalami gangguan konsentrasi, hiperaktivitas, dan perilaku impulsif.

Pemahaman mendalam tentang berbagai kebutuhan ini memungkinkan guru untuk memberikan layanan pendidikan yang lebih efektif, memastikan bahwa setiap anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan individunya.

Pendidikan Inklusif dalam Kurikulum Merdeka Belajar

Implementasi Kurikulum Merdeka serta pendidikan inklusif di Indonesia telah diperkuat secara hukum melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah. 

Regulasi ini menetapkan arah kebijakan dan menjadi landasan hukum untuk penerapan Kurikulum Merdeka secara nasional. Panduan pelaksanaan pendidikan inklusif yang telah diterbitkan memberikan arahan yang jelas bagi praktiknya. 

Kedua program ini didasarkan pada landasan konstitusional dalam UUD RI Tahun 1945, yang menjamin hak pendidikan bagi seluruh warga negara, menegaskan tanggung jawab negara dalam fungsi pendidikan, dan mencerminkan komitmen pemerintah untuk menciptakan sistem pendidikan yang inklusif dan adaptif.

Kurikulum Merdeka, yang sekarang menjadi kurikulum nasional Indonesia, mencakup pendidikan dari anak usia dini hingga jenjang menengah. Kurikulum ini didesain untuk memberikan kepastian arah kebijakan dalam kurikulum dan pembelajaran. 

Implementasinya telah dilakukan oleh sekitar 80% satuan pendidikan dan akan terus dilanjutkan hingga tahun ajaran 2026/2027, dengan daerah 3T diberikan waktu tambahan hingga tahun ajaran 2027/2028.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah meluncurkan program pelatihan berjenjang untuk mendukung Kurikulum Merdeka, dengan tujuan meningkatkan kompetensi guru dan menjamin pendidikan inklusif yang berkualitas. 

Program ini berfokus pada keberagaman dan pembelajaran yang berpusat pada siswa, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus, untuk mengatasi kesenjangan dalam ketersediaan guru pendidikan khusus.

Inisiatif ini merupakan langkah penting dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang adil bagi semua anak, dengan menghargai dan mengembangkan potensi uniknya, sesuai dengan amanat UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Kurikulum Merdeka dirancang untuk mendukung prinsip-prinsip pendidikan inklusif, yang menawarkan lingkungan belajar yang aman dan menyenangkan. 

Pendekatan ini menghormati keunikan setiap anak dan memperhatikan kebutuhan penyandang disabilitas, baik dalam pendidikan formal maupun nonformal. 

Sebagai respons terhadap tantangan sistem pendidikan Indonesia, Kurikulum Merdeka mengedepankan metode pembelajaran yang fleksibel, fokus pada materi esensial, dan pengembangan karakter serta kompetensi siswa.

Kurikulum Merdeka dan pendidikan inklusif merupakan langkah maju dalam transformasi pendidikan, menyesuaikan sistem pendidikan dengan tuntutan abad ke-21. 

Program ini mendukung visi Indonesia Emas 2045, dengan fokus pada inklusivitas dan adaptabilitas, memperkaya pengalaman belajar, memperkuat kompetensi guru, dan memperbaharui infrastruktur pendidikan. 

Langkah ini mendorong metode pembelajaran inovatif, integrasi teknologi, dan penilaian yang mendukung pengembangan keterampilan kritis dan kreatif. 

Keduanya memiliki dampak signifikan terhadap sistem pendidikan Indonesia menjadi lebih inklusif dan adaptif. Perubahan metodologi pengajaran dan penilaian, serta integrasi teknologi, diharapkan membawa perubahan positif.

Meskipun ada tantangan dalam tata kelola dan distribusi guru, literasi digital, dan egosektoral, program ini memiliki peran penting dalam konteks pendidikan abad ke-21 dan visi Indonesia Emas 2045.

Integrasi Kurikulum Merdeka dengan pendidikan inklusif menawarkan pandangan komprehensif terhadap upaya Indonesia dalam menciptakan sistem pendidikan yang inklusif dan responsif. 

Langkah ini mencakup adaptasi kurikulum, pendidikan inklusif berkualitas, keterampilan abad ke-21, pendekatan holistik terhadap pendidikan, dan kesiapan masa depan dengan pembelajaran sepanjang hayat.

Pemerintah pusat dan daerah berperan penting dalam implementasi Kurikulum Merdeka dan pendidikan inklusif. Pemerintah pusat menyediakan panduan dan materi pembelajaran, pelatihan, serta advokasi dan pendampingan. 

Sementara itu, pemerintah daerah bertanggung jawab atas transformasi pendidikan, peningkatan kualitas guru, infrastruktur, dan digitalisasi layanan sekolah. 

Peran keduanya menjamin bahwa setiap siswa, tanpa memandang latar belakang atau kebutuhan khusus, mendapatkan pendidikan berkualitas yang mempersiapkan mereka menjadi warga negara global yang kompeten dan berkontribusi.

Transformasi pendidikan di Indonesia melalui integrasi Kurikulum Merdeka dan pendidikan inklusif merupakan langkah strategis yang mencerminkan investasi berkelanjutan dan komitmen terhadap perbaikan yang berkesinambungan. 

Baca Juga:

Upaya ini menempatkan Indonesia pada jalur yang tepat untuk mewujudkan visi pendidikan yang inklusif dan adaptif, yang akan menjadi fondasi bagi generasi emas yang membawa negara ini menuju kemakmuran dan inovasi di masa depan.

Muh. Akbar
Muh. Akbar "Live with an attitude of gratitude for the experiences that shape you, and learn with an insatiable hunger for understanding the world and your place in it."